Senin, 18 Juli 2016

artikel etika pesan dakwah

ETIKA PESAN DAKWAH

Baik buruknya yang berhubungan dengan kemanusiaan, sering di kaitkan dengan perasaan dan tujuan seseorang. Seorang yang menganggap suatu perbuatan itu baik, belum tentu di anggap baik pula oleh orang lain, tergantung pada kebiasaan yang di pakai oleh tiap-tiap kelompok. Meskipun demikian, etika berlainan dengan adat, karena adat hanya memandang lahir, melihat tindakan yang di lakukan, sementara etika lebih memperhatikan hati dan jiwa orang yang melakukan dengan maksud apa dilakukan.
Manusia adalah makluk sosial, yang saling ketergantungan antarsatu sama  lainnya dan tugas kita di dunia ini diantaranya ialah berdakwah. Dengan kata lain dakwah yang disampaikan harus memberikan kesan atau sebaik mungkin agar mad’u bisa mengerti tentang penyampaian dakwah kita, karena tanpa kita sadari kita juga telah  menyatakan kontrak kepada Allah SWT.
Berdakwah dengan baik tidak semua orang memahaminya, yang biasa menyampaikan materi dakwah dengan tepat sasaran tanpa harus mengalami demam panggung. Sebelum berdakwah ada beberapa hal penting yang harus dipersiapkan.  Persiapan ini memainkan peranan yang sangat penting dalam mendukung keberhasilkan dalam berdakwah.
Persiapan dakwah itu antara lain adalah sebagai berikut :
1.        Menentukan Tujuan Dakwah
Tujuan dalam berdakwah haruslah jelas, untuk apa kamu berdakwah, apakah memberitahu, menghibur atau membujuk. Selain itu juga harus merumuskan dengan jelas tujuan khususnya, yaitu tanggapan apa yang diharapkan setelah dakwah itu selesai.
2.        Memilih dan menyampaikan pokok persoalan
Terkadang pokok persoalan sudah ditentukan oleh panitia sebelumnya, terkadang pun sang pembicara juga diberikan kebebasan untuk memilih pokok persoalan dalam berdakwah. Tapi walaupun persoalan itu sudah ditentukan atau belum, pembicara wajib menyempitkan pokok persoalan ini, untuk disesuikan dengan kesanggupannya atau kemampuannya, minatnya dan waktu yang disediakan untuk berdakwah.
3.        Menganalisis pendengar dan suasana
Da’i harus berusaha mengetahui siapa yang akan menjadi pendengarnya. Jumlah mereka banyak atau sedikit, mereka umumnya tergolong terpelajar atau tidak, bagaimana suasana dalam dakwah nanti, apakah hadirin duduk atau berdiri, pagi atau siang, di dalam ruangan atau di tanah lapang, dan sebagainya. Semua itu harus diperhitungkan agar dakwahnya bisa berhasil.
4.        Mengumpulkan bahan
Da’i dapat mengumpulkan bahan yang sesuai dengan pokok masalah yang akan disampaikan melalui banyak cara, diantaranya adalah:
a.         Membaca buku, majalah, Koran dan sumber sumber pengetahuan lain yang sesuai dengan pokok masalah yang akan di sampaikan.
b.         Berusaha menambah wawasan atau bertanya kepada orang yang lebih tahu
c.         Mengingat kembali pengalaman pribadi yang relevan
5.        Membuat kerangka secara sistematis
Berdasarkan bahan bahan yang berhasil dikumpulkan itu lalu disusun pokok-pokok yang akan dibicarakan menurut urutan yang baik. Di bawah pokok-pokok utama tadi diadakan perincian lebih jauh, dengan itu pengertian bahwa bagian-bagian yang terperinci itu harus memperjelas pokok-pokok utama tadi.
6.        Menguraikan secara mendetail
Setelah kerangka selesai disusun, maka pembicara bebas memilih, yaitu berbicara bebas dengan sekali-kali melihat kerangka (metode ekstemporan), atau menggarap dakwah secara lengkap kata demi kata, kemudian dibacakan atau dihafalkan (metode naskah atau metode menghafal). Jadi, cara menguraikan kerangka dakwah itu tergantung pada metode apa yang dipilih.
7.        Melatih dengan suara nyaring
Setelah semua persiapan selesai, pembicara sudah bisa mulai latihan berdakwah dengan suara keras seperti yang akan dilakukan dalam dakwah yang sesungguhnya. Berhasil atau tidaknya dalam berdakwah banyak ditentukan oleh persiapan dakwah. Jadi, jika ingin berhasil dalam berdakwah, alangkah baiknya jika tujuh tahapan di atas jangan lupa untuk dipersiapkan.
Demikian artikel singkat tentang pesan dakwah yang baik, semoga bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk artikel selanjutnya.

Senin, 20 Juni 2016

artikel


SAMBAS SERAMBI MEKAH


Sambas adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Sambas memiliki luas wilayah 6.395,70 km² atau 639.570 ha (4,36% dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat), merupakan wilayah Kabupaten yang terletak pada bagian pantai barat paling utara dari wilayah provinsi Kalimantan Barat. Panjang pantai ± 128,5 km dan panjang perbatasan negara ± 97 km. Serambi mekah yang terbentuk sekarang ini adalah hasil pemekaran kabupaten pada tahun 2000. Sebelumnya wilayah Kabupaten Sambas sejak tahun 1960 adalah meliputi  Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang. sekarang di mana pembentukan Kabupaten Sambas pada tahun 1960 itu adalah berdasarkan bekas wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas. Disini akan di jelaskan sedikit mengapa sambas disebut sebagai serambi mekah, yang diperoleh dari situs yang banyak dikunjungi oleh masyarakat sambas, yaitu http://www.bloggersambas.com/2014/02/serambi-mekkah-di-kerajaan-sambas.html.
Kerajaan Sambas Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Tsafiudin II lebih memberikan perhatiannya pada pembangunan dan kesejahteraan rakyat terutama dibidang pendidikan. Berkata pendidikan dan pengalaman baginda sewaktu muda, banyak perubahan-perubahan yang terjadi dimasa pemerintahannya. Belum ada Sultan terdahulu yang menyamai baginda dalam lapangan meningkatkan pengetahuan dan kemajuan rakyat.
Banyak  pemuda pemuda yang berbakat di bidang agama diberi beasiswa oleh baginda Sulthan Muhammad Tsafiudin II untuk melanjutkan pendidikannya di Al Azhar kairo Mesir. Diantaranya yang terkenal adalah H. Muhammad Basiuni Imran yang kemudian diangkat sebagai maharaja Imam Kerajaan Sambas.
Pada tahun 1872, baginda mendirikan sekolah pertikuler , pada bulan september 1903 M didirikan sebuah sekolah bumi putra kelas II, kemudian pada tanggal 1 Desember 1910 M didirikan lagi sebuah sekolah, yaitu “ Special school” sumber lain menyebutkan Byzondere School yang kemudian pada tahun 1915M sekolah tersebut dirubah menjadi Hollands Inlandsche school (HIS). Pada tahun 1916 M baginda shultan mendirikan lagi sebuah sekolah yang bernafaskan islam yaitu Madrasah Shultaniah yang pembinaannya dipercayakan kepada putera Sambas dari kampung dagang, Haji Fauzi Imran.
Pada masa itu di kesultanan Kerajaan Sambas banyak terdapat para ulama, mubaligh dan cendikiawan yang terdapat di Mekkah. Sehingga akhirnya saking tingginya pengetahuan para ulama di Sambas mengenai ajaran Islam menyebutkan Sambas mendapatkan julukan “Serambi Mekkah” maksudnya kalau belajar agama Islam di Sambas kualitasnya sama dengan mereka yang belajar di Mekkah.
Selain Pembangunan dibidang Pendidikan, Baginda juga mengadakan pembangunan dibidang pertanian, perkebunan dan perhubungan. Diantaranya pembuatan Irigasi yang berguna untuk mengairi kebun kebun karet dan ladang rakyat. Banyak juga digali terusan terusan untuk mencegah banjir, disamping untuk memudahkan rakyat untuk membawa hasil pertanian dan perkebunan, seperti terusan parit Sebuk, Kartiasa, Semangau, Sebangkau Semparuk, Parit Baru dan lain lain. Sepanjang terusan tersebut di tanami dengan pohon-pohon yang mendatangkan hasil.
Dibidang perhubungan Baginda Shultan membuat jalan dan jembatan, baik di dalam kota maupun di luar kota, seperti jembatan yang menghubungkan sungai Sambas kecil, jembatan yang menghubungkan sungai Teberau dan jembatan yang menghubungkan sungai Subah. Baginda juga membangun jalan yang menghubungkan satu kota dengan kota lainnya, yang menghubungkan Sambas dengan Pemangkat, Singkawang dan Bengkayang.
Selama 56 tahun lamanya memerintah negeri Sambas, baginda dapat mengubah kota Sambas menjadi ibukota Kerajaan yang terpenting di wilayah Kalimantan Barat. Julukan Serambi Mekkah terbukti dengan prestasi yang ditunjukan oleh masyarakat Sambas diantaranya:
Dimasa sebelum adanya Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) di Sambas sudah ada kejuaraan
1.    Beradu Ngaji , masih tercatat qori’ah angkatan 50-an yakni nenda bunyanga sebagai juara beradu ngaji angkatan 50-an.
2.       Hj.Wahdah Muchsin adalah qori’ah angkatan 60-an yang pernah menjadi juara I MTQ Tingkat Nasional.
3.       Fadilah adalah salah satu qori’ah angkatan 70-an, beliau pernah menjadi juara II MTQ Tingkat Nasional tingkat Anak-anak.
4.       Hj.Wafizah merupakan qori’ah angkatan 80-an yang beberapa kali menjadi juara MTQ Tingkat Propinsi Kalimantan Barat
5.    Munazzafina adalah qori’ah angkatan 80-an beliau pernah menjadi juara MTQ Tingkat Kabupaten Sambas.
6.    Satira adalah qori’ah angkatan 90-an ,beliau pernah menjadi juara MTQ tingkat Propinsi Kalimantan Barat.
7.      Dang Sriwanhar merupakan qori’ah angkatan 2000, Juara I MTQ Tingkat Propinsi Kalimantan Barat golongan remaja tahun 2005.
Dan masih banyak deretan qori dan qori’ah asal Kabupaten Sambas yang telah mengukir prestasi.
Itulah paparan singkat dari sejarah julukan sambas serambi mekah yang dapat memberikan sedikit banyaknya pengetahuan  bagi masyarakat sambas.  Harapan penulis, semoga bupati sambas terpilih periode 2016/2021 dapat mewujudkan kembali julukan sambas serambi mekah. Amiin

Selasa, 29 Maret 2016

makalah antropologi agama



PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Antropologi merupakan suatu ilmu yang kajiannya terfokus kepada manusia dan kebudayaannya. secara umum dapat dikatakan antropologi merupakan ilmu yang mempelajari manusia dari segi keragaman fisiknya, masyarakatnya, dan kebudayaannya.
Agama yang dipelajari oleh antropologi adalah agama sebagai fenomena budaya, tidak agama yang diajarkan oleh Tuhan. Maka yang menjadi perhatian adalah beragamanya manusia dan masyarakat. Sebagai ilmu sosial, antropologi tidak membahas salah benarnya agama dan segenap perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang sakral.


















PEMBAHASAN

A.      Pengertian Antropologi Agama
Antroplogi berasal dari bahasa Yunani, yaitu anthropos yang berarti manusia, dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari menusia sebagai makhluk biologis, sekaligus makhluk sosial. Ada beberapa pengertian mengenai antropologi, yaitu sebagai berikut:[1]
1.         William A. Havilland mengatakan bahwa antropologi adalah studi mengenai umat manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keragaman manusia.
2.         David Hunter mengatakan bahwa antropologi adalah ilmu yang muncul dari keingintahuan yang tidak terbatas mengenai umat manusia.
3.         Koentjaraningrat mengatakan bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umummnya dengan mempelajari berbagai warna, bentuk fisik, masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari ketiga  pengertian tersebut di atas, pemakalah menyimpulkan bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berperilaku, tradisi-tradisi, dan nilai-nilai) yang dihasilkan, sehingga setiap manusia satu dengan lainnya berbeda.
Pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, religi dan agama. Al-Din (Semit) berarti undang-undang atau hukum, Kemudian dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. [2]
Antropologi Agama adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari tentang manusia yang menyangkut agama dengan pendekatan budaya, atau disebut juga Antropologi Religi. Cabang ilmu Antropologi Agama ini diyakini oleh banyak pakar sebagai salah satu alat studi yang akurat dalam melihat reaksi antara agama, budaya, dan lingkungan sekitar sebuah masyarakat.  Antropologi agama menunjuk kepada suatu penghubung yang unik atas moralitas, hasrat, dan kekuatan dengan dikendalikan dan kemerdekaan, dengan duniawi dengan imajinasi dan penjelmaan. [3]
Perhatian ahli antropologi dalam meneliti agama ditunjukan untuk melihat keterkaitan faktor lingkungan alam, struktur sosial, struktur kekerabatan, dan lain sebagainya, terhadap timbulnya jenis agama, kepercayaan, upacara, organisasi keagamaan tertentu.

B.       Kajian Antropologi Agama
Agama yang dipelajari oleh antropologi adalah agama sebagai fenomena budaya, tidak agama yang diajarkan oleh Tuhan. Maka yang menjadi perhatian adalah beragamanya manusia dan masyarakat. Sebagai ilmu sosial, antropologi tidak membahas salah benarnya agama dan segenap perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang sakral. Harsojo mengungkapkan bahwa kajian antropologi terhadap agama dari dulu sampai sekarang meliputi empat masalah pokok, yaitu:
  1. Dasar-dasar fundamental[4] dari agama dan tempatnya dalam kehidupan manusia.
  2. Bagaimana manusia yang hidup bermasyarakat memenuhi kebutuhan religius mereka.
  3. Dari mana asal usul agama.
  4. Bagaimana manifestasi perasaan dan kebutuhan religius manusia.

C.       Pendekatan Antropologi Agama
Pendekatan yang digunakan oleh para ahli antropolog dalam meneliti wacana keagamaan adalah adalah pendekatan kebudayaan, yaitu melihat agama sebagai inti kebudayaan.
Kajian antropolog yang bernama Geertz (1963) mengenai agama abangan, santri, dan priyai adalah kajian mengenai variasi-variasi keyakinan agama dalam kehidupan (kebudayaan) masyarakat Jawa sesuai dengan konteks lingkungan hidup dan kebudayaan masing-masing bukannya kajian mengenai teologi agama. Berbeda dengan pendekatan antropolog, sebagai ilmu sosial pendekatan yang dipakai antropologi agama untuk menjawab masalah yang menjadi perhatiannya adalah pendekatan ilmiah.
 Pendekatan ilmiah yang dikembangkan dari pendekatan ilmu alam bertolak dari kenyataan yang mengandung masalah. Masalah itu diantaranya apa sebab suatu kenyataan jadi demikian, apa faktor-faktor yang menjadikannya demikian. Sadar bahwa manusia adalah mahluk budaya, punya kehendak, keinginan, imajinasi, perasaan, gagasan, kajian yang dikembangkan antropologi tidak seperti pendekatan ilmu alam. Pendekatan yang digunkan lebih humanitik, berusaha memahami gejala dari prilaku tersebut punya gagasan, inisiatif, keyakinan, bisa terpengaruh oleh lingkungan dan mempengaruhi lingkungan. Oleh karena itu, pendekatan antropologi tidak menjawab bagaimana beragama menurut kitab suci, tetapi bagaimana seharusnya beragama menurut penganutnya.
D.      Teori Tentang Agama
1.    Teori Rasionalistik
Teori ini diterapkan pada kajian agama mulai abad ke-19. Secara umum yang dimaksud dengan teori rasionalistik adalah keyakinan ilmuwan bahwa manusia prasejarah menjelasakan kepercayaan mereka hampir dekat dengan cara ilmiah, tetapi mereka sampai kepada kesimpulan salah karena kekurangan pengetahuan dan pengalaman mereka. Kecendrungan teori ini tampak karena dipengaruhi oleh cara berfikir orang Barat, khusunya para ahli antropologinya.
Menurut Max Weber, tindakan rasional adalah tindakan manusia yang dapat mempengaruhi individu-individu lain dalam masyarakat. Weber membagi tindakan rasional ini kepada empat jenis atau bentuk:[5]
1.      Tindakan rasional instrumental yaitu tindakan yang diarahkan secara rasional untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu.
2.      Tindakan rasional nilai yaitu tindakan yang akan ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan atas dasar keyakinan seseorang individu terhadap nilai-nilai estetika, etika atau keagamaan.
3.      Tindakan emosional yaitu segala tindakan seseorang individu yang akan dipengaruhi oleh perasaan dan emosi.
4.   Tindakan tradisional yaitu tindakan dimana seseorang akan melakukan suatu tindakan hanya karena mengikuti amalan tradisi atau kebiasaan yang telah berlaku.
Sebagai contoh dari teori rasionalistik ini adalah, seperti yang kita ketahui bahwa teori rasional itu masuk akal, seperti hal nya kita memotong apel memakai pisau itu sangat masuk akal, bukan memotong apel memakai sendok. Jika dalam agama akan berbeda ranah, karena agama tidak rasio.
Kekuatan gaib itu adalah yang bersifat baik dan ada pula yang bersifat jahat. Benda yang mempunyai kekuatan gaib baik, disenangi dan dipakai serta dimakan, agar orang yang memakainya dan memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang terdapat di dalamnya. Sedangkan benda yang mempunyai kekuatan jahat, biasanya ditakuti dan oleh karena itu selalu dijauhi.[6]


2.      Teori Linguistik (Bahasa)
Kajian terhadap agama secara ilmiah dimulai sesudah kajian terhadap bahasa mulai berkembang. Jacob Grimm dan Wilhem Grimm yang memulai penggabungan kajian mitos dengan bahasa. Mereka mnegumpulkan sebagian besar lagenda, cerita rakyat, khurafa-khurafa, dan pepatah di seantero Eropa. Menurut teori ini keagamaan itu adalah carita rakyat modern yang semula adalah mitos massa lalu yang telah ditambah, dikurangi, atau dikorup.

3.      Teori Fenomenologis
Teori fenomenologis adalah kajian terhadap sesuatu menurut yang dimaksud sendiri oleh objek yang dikaji. Suatu masyarakat yang menjadi objek penelitian dengan pendekatan fenomenologis berarti berusaha memahami maksdu simbol, kepercayaan, atau ritual menurut yang mereka pahami sendiri.
4.      Teori berorientasi kepada Upacara Religi
Robertson Smith (1846-1894), seorang ahli teologi, sastra Semit, dan ilmu pasti, mengingatkan bahwa disamping sistem kepercayaan dan doktrin, agama punya sistem upacara yang relatif tetap pada banyak agama, yaitu upacara keagamaan. Jadi agama muncul dari upacara atau ritual.
Ahli antrupologi prancis, R. Hetz berpendapat bahwa, upacara kematian selalu dilakukan manusia dalam rangka  adat istiadat dan struktur sosial. Menurutnya juga ada persamaan antara upacara kematian dengan upacara  kelahiran serta upacara pernikahan,yaitu sama sama upacara peralihan. [7]



E.       Asal Usul Agama
Penelusuran terhadap asal usul agama secara universal tidak akan mungkin dicapai karena karakteristik ajaran dan umat beragama sangat banyak dan sangat berbeda satu sama lain. Mendasarkan pendapat tentang asal-usul agama kepada data keagamaan masyrakat primitif sungguh tidak representatif[8]. bahkan salah arti karena agama-agama besar dunia sangat berbeda dengan agama masyarakat primitif. Emile Durkheim mengatakan bahwa asal-usul agama adalah masyarakat itu sendiri.
Teori Durkheim berpusat pada makhluk manusia, yang pertama kali mengembangkan hidupnya di bumi ini, mengemukakan aktivitas agamanya bukan karena mempunyai kesadaran tentang jiwa yang abstrak tetapi karena adanya suatu getaran jiwa, suatu emosi keagamaan, yang timbul dalam jiwa manusia karena adanya pengaruh rasa sentimen kemasyarakatan.[9]
M.T Preusz, seorang etnografer Jerman yang ahli tentang suku Indian di Meksiko, berpendapat bahwa wujud religi tertua merupakan tindakan-tindakan manusia untuk mewujudkan keperluan hidupnya yang tidak dapat dicapai dengan akal dan kemampuan biasa. Dia menegaskan bahwa pusat dari tiap sistem religi adalah ritus dan upacara. Melalui tindakan terhadap kekuatan gaib yang berperan dalam kehidupan, manusia mengira dapat memenuhi kebutuhan dan tujuan hidupnya.[10]
 R.R. Marett berpendapat bahwa kepercayaan beragama berasal dari kepercayaan akan adanya kekuatan gaib luar biasa yang menjadi penyebab dari gejala-gejala yang tidak dapat dilakukan manusia biasa. [11]
Selain itu, asal usul agama tidak lah sesuai dengan apa yang ada dalam keyakinan dan pikiran umat beragama, karena menurut mereka agama adalah ajaran Tuhan. Walaupun kemudian disampaikan dan dioleh atau diijtihadkan oleh pemuka agama, asal bahan yang dioleh dan diijtihadkan itu tetap dari wahyu Tuhan. Agama pada umumnya mempunyai ajaran-ajaran yang diyakini turun kepada manusia melalui wahyu, dalam arti bahwa ajaran-ajaran itu berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, karena itu bersifat mutlak benar dan tidak berubah-ubah oleh perkembangan zaman.






















PENUTUP
A.      Kesimpulan
Antropologi Agama adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari tentang manusia yang menyangkut agama dengan pendekatan budaya. Antropologi agama menunjuk kepada suatu penghubung yang unik atas moralitas, hasrat, dan kekuatan dengan dikendalikan dan kemerdekaan, dengan duniawi dengan imajinasi dan penjelmaan.
Ada 4 Teori Tentang Agama, yaitu:
1.      Teori Rasionalistik
2.      Teori Linguistik (Bahasa)
3.      Teori Fenomenologis
4.      Teori berorientasi kepada Upacara Religi
Penelusuran terhadap asal usul agama secara universal tidak akan mungkin dicapai karena karakteristik ajaran dan umat beragama sangat banyak dan sangat berbeda satu sama lain. Emile Durkheim mengatakan bahwa asal-usul agama adalah masyarakat itu sendiri.













DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,M.Yatimin. 2004.  Studi Islam Kontemporer, Pekan baru ; sinar grafika offset,

Jalaluddin Rakhmat. 2003. Psikologi Agama : Sebuah Pengantar, Bandung: Penerbit Mizan,

Jirhanuddin, 2010. Perbandingan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Yufid Offline

Max Weber, 2008. teori Aksi dan pilihan rasional Max Weber, sumatra, Pdf
Tajul Arifin, 2012. Pengantar Antropologi, Bandung: CV. Pustaka Setia,



[1] Tajul Arifin, Pengantar Antropologi, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012) hal.13

[2]  Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Agama : Sebuah Pengantar, (Bandung: Penerbit Mizan, 2003), hal. 26


[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi_agama, di akses pada tanggal 25 Maret 2016, pukul 20:14
[4] Fundamental adalah bersifat dasar (pokok); mendasar, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Yufid Offline
[5] Max Weber, teori Aksi dan pilihan rasional Max Weber, (sumatra, 2008)  Pdf
[6] Jirhanuddin, Perbandingan Agama, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 51.

[7] Abdullah,M.Yatimin. Studi Islam Kontemporer, (Pekan baru ; sinar grafika offset, 2004)
[8] Representatif adalah mewakili; sesuai dengan fungsinya sebagai wakil; data itu kurang, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Yufid Offline
[10] https://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi_agama, di akses pada tanggal 25 Maret 2016, pukul 20:14
[11] Ibid