PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Antropologi
merupakan suatu ilmu yang kajiannya terfokus kepada manusia dan kebudayaannya.
secara umum dapat dikatakan antropologi merupakan ilmu yang mempelajari manusia
dari segi keragaman fisiknya, masyarakatnya, dan kebudayaannya.
Agama yang dipelajari oleh
antropologi adalah agama sebagai fenomena budaya, tidak
agama yang diajarkan oleh Tuhan. Maka yang menjadi perhatian adalah beragamanya
manusia dan masyarakat. Sebagai ilmu sosial, antropologi tidak membahas salah
benarnya agama dan segenap perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual dan
kepercayaan kepada yang sakral.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Antropologi Agama
Antroplogi berasal dari bahasa Yunani, yaitu anthropos yang berarti
manusia, dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari menusia
sebagai makhluk biologis, sekaligus makhluk sosial. Ada beberapa pengertian
mengenai antropologi, yaitu sebagai berikut:[1]
1.
William A. Havilland mengatakan bahwa antropologi
adalah studi mengenai umat manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang
bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, serta untuk memperoleh pengertian
yang lengkap tentang keragaman manusia.
2.
David Hunter mengatakan bahwa antropologi adalah ilmu
yang muncul dari keingintahuan yang tidak terbatas mengenai umat manusia.
3.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa antropologi adalah
ilmu yang mempelajari umat manusia pada umummnya dengan mempelajari berbagai
warna, bentuk fisik, masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari ketiga pengertian tersebut di
atas, pemakalah menyimpulkan bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari
manusia dari segi keragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berperilaku,
tradisi-tradisi, dan nilai-nilai) yang dihasilkan, sehingga setiap manusia satu
dengan lainnya berbeda.
Pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, religi dan agama.
Al-Din (Semit) berarti undang-undang atau hukum, Kemudian dalam bahasa Arab kata ini
mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan.
Sedangkan dari kata religi atau relegere berarti mengumpulkan dan
membaca. [2]
Antropologi Agama adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari tentang
manusia yang menyangkut agama dengan pendekatan budaya, atau disebut juga Antropologi
Religi. Cabang ilmu Antropologi Agama ini diyakini oleh banyak pakar
sebagai salah satu alat studi yang akurat dalam melihat reaksi antara agama, budaya, dan
lingkungan sekitar sebuah masyarakat. Antropologi agama menunjuk kepada suatu
penghubung yang unik atas moralitas, hasrat, dan kekuatan dengan dikendalikan
dan kemerdekaan, dengan duniawi dengan imajinasi dan penjelmaan. [3]
Perhatian ahli antropologi dalam meneliti agama ditunjukan untuk melihat
keterkaitan faktor lingkungan alam, struktur sosial, struktur
kekerabatan, dan lain sebagainya, terhadap timbulnya jenis agama, kepercayaan,
upacara, organisasi keagamaan
tertentu.
B.
Kajian Antropologi Agama
Agama yang dipelajari oleh antropologi adalah agama sebagai fenomena budaya, tidak
agama yang diajarkan oleh Tuhan. Maka yang menjadi perhatian adalah beragamanya
manusia dan masyarakat. Sebagai ilmu sosial, antropologi tidak membahas salah
benarnya agama dan segenap perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual dan
kepercayaan kepada yang sakral. Harsojo mengungkapkan bahwa kajian antropologi
terhadap agama dari dulu sampai sekarang meliputi empat masalah pokok, yaitu:
- Dasar-dasar fundamental[4] dari agama dan tempatnya dalam kehidupan manusia.
- Bagaimana manusia yang hidup bermasyarakat memenuhi kebutuhan religius mereka.
- Dari mana asal usul agama.
- Bagaimana manifestasi perasaan dan kebutuhan religius manusia.
C.
Pendekatan Antropologi Agama
Pendekatan yang digunakan oleh para ahli antropolog dalam
meneliti wacana keagamaan adalah adalah pendekatan kebudayaan, yaitu melihat
agama sebagai inti kebudayaan.
Kajian antropolog yang bernama Geertz (1963) mengenai agama abangan, santri,
dan priyai adalah kajian mengenai variasi-variasi keyakinan agama dalam
kehidupan (kebudayaan) masyarakat Jawa sesuai dengan konteks lingkungan
hidup dan kebudayaan masing-masing bukannya kajian mengenai teologi agama.
Berbeda dengan pendekatan antropolog, sebagai ilmu sosial pendekatan yang
dipakai antropologi agama untuk menjawab masalah yang menjadi perhatiannya
adalah pendekatan ilmiah.
Pendekatan ilmiah yang dikembangkan
dari pendekatan ilmu alam bertolak dari kenyataan yang mengandung masalah.
Masalah itu diantaranya apa sebab suatu kenyataan jadi demikian, apa
faktor-faktor yang menjadikannya demikian. Sadar bahwa manusia adalah mahluk
budaya, punya kehendak, keinginan, imajinasi, perasaan, gagasan, kajian yang
dikembangkan antropologi tidak seperti pendekatan ilmu alam. Pendekatan
yang digunkan lebih humanitik, berusaha memahami gejala dari prilaku tersebut
punya gagasan, inisiatif, keyakinan, bisa terpengaruh oleh lingkungan dan
mempengaruhi lingkungan. Oleh karena itu, pendekatan antropologi tidak menjawab
bagaimana beragama menurut kitab suci, tetapi bagaimana seharusnya beragama
menurut penganutnya.
D.
Teori Tentang Agama
1.
Teori Rasionalistik
Teori ini diterapkan pada kajian agama mulai abad ke-19. Secara umum yang
dimaksud dengan teori rasionalistik adalah keyakinan ilmuwan bahwa manusia
prasejarah menjelasakan kepercayaan mereka hampir dekat dengan cara ilmiah,
tetapi mereka sampai kepada kesimpulan salah karena kekurangan pengetahuan dan
pengalaman mereka. Kecendrungan teori ini tampak karena dipengaruhi oleh cara
berfikir orang Barat, khusunya
para ahli antropologinya.
Menurut Max Weber, tindakan rasional adalah tindakan manusia yang dapat
mempengaruhi individu-individu lain dalam masyarakat. Weber membagi tindakan
rasional ini kepada empat jenis atau bentuk:[5]
1.
Tindakan
rasional instrumental yaitu tindakan yang diarahkan secara rasional untuk
mencapai sesuatu tujuan tertentu.
2.
Tindakan
rasional nilai yaitu tindakan yang akan ditentukan oleh
pertimbangan-pertimbangan atas dasar keyakinan seseorang individu terhadap
nilai-nilai estetika, etika atau keagamaan.
3.
Tindakan
emosional yaitu segala tindakan seseorang individu yang akan dipengaruhi oleh
perasaan dan emosi.
4. Tindakan tradisional yaitu
tindakan dimana seseorang akan melakukan suatu tindakan hanya karena mengikuti
amalan tradisi atau kebiasaan yang telah berlaku.
Sebagai contoh dari teori rasionalistik ini adalah, seperti yang kita
ketahui bahwa teori rasional itu masuk akal, seperti hal nya kita memotong apel
memakai pisau itu sangat masuk akal, bukan memotong apel memakai sendok. Jika
dalam agama akan berbeda ranah, karena agama tidak rasio.
Kekuatan gaib itu adalah yang
bersifat baik dan ada pula yang bersifat jahat. Benda yang mempunyai kekuatan
gaib baik, disenangi dan dipakai serta dimakan, agar orang yang memakainya dan
memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang
terdapat di dalamnya. Sedangkan benda yang mempunyai kekuatan jahat, biasanya
ditakuti dan oleh karena itu selalu dijauhi.[6]
2.
Teori Linguistik (Bahasa)
Kajian terhadap agama secara ilmiah dimulai sesudah kajian terhadap bahasa
mulai berkembang. Jacob Grimm dan Wilhem Grimm yang memulai penggabungan kajian
mitos dengan bahasa. Mereka mnegumpulkan sebagian besar lagenda, cerita rakyat,
khurafa-khurafa, dan pepatah di seantero Eropa. Menurut teori ini keagamaan itu
adalah carita rakyat modern yang semula adalah mitos massa lalu yang telah
ditambah, dikurangi, atau dikorup.
3.
Teori Fenomenologis
Teori fenomenologis adalah kajian terhadap sesuatu menurut yang dimaksud
sendiri oleh objek yang dikaji. Suatu masyarakat yang menjadi objek penelitian
dengan pendekatan fenomenologis berarti berusaha memahami maksdu simbol,
kepercayaan, atau ritual menurut yang mereka pahami sendiri.
4.
Teori berorientasi kepada
Upacara Religi
Robertson
Smith (1846-1894), seorang ahli teologi, sastra
Semit, dan ilmu pasti, mengingatkan bahwa disamping sistem kepercayaan dan
doktrin, agama punya sistem upacara yang relatif tetap pada banyak agama, yaitu
upacara keagamaan. Jadi agama muncul dari upacara atau ritual.
Ahli antrupologi
prancis, R. Hetz berpendapat bahwa, upacara kematian selalu dilakukan manusia
dalam rangka adat istiadat dan struktur sosial. Menurutnya juga ada
persamaan antara upacara kematian dengan upacara kelahiran serta upacara
pernikahan,yaitu sama sama upacara peralihan. [7]
E.
Asal Usul Agama
Penelusuran terhadap asal usul agama secara universal
tidak akan mungkin dicapai karena karakteristik ajaran dan umat beragama sangat
banyak dan sangat berbeda satu sama lain. Mendasarkan pendapat tentang
asal-usul agama kepada data keagamaan masyrakat primitif sungguh tidak representatif[8].
bahkan salah arti karena agama-agama besar dunia sangat berbeda dengan agama
masyarakat primitif. Emile Durkheim mengatakan
bahwa asal-usul agama adalah masyarakat itu sendiri.
Teori Durkheim berpusat pada makhluk manusia, yang
pertama kali mengembangkan hidupnya di bumi ini, mengemukakan aktivitas
agamanya bukan karena mempunyai kesadaran tentang jiwa yang abstrak tetapi
karena adanya suatu getaran jiwa, suatu emosi keagamaan, yang timbul dalam jiwa
manusia karena adanya pengaruh rasa sentimen kemasyarakatan.[9]
M.T Preusz, seorang etnografer Jerman yang ahli
tentang suku Indian di Meksiko,
berpendapat bahwa wujud religi tertua merupakan tindakan-tindakan manusia untuk
mewujudkan keperluan hidupnya yang tidak dapat dicapai dengan akal dan
kemampuan biasa. Dia menegaskan bahwa pusat dari tiap sistem religi adalah
ritus dan upacara. Melalui tindakan terhadap kekuatan gaib yang berperan dalam
kehidupan, manusia mengira dapat memenuhi kebutuhan dan tujuan hidupnya.[10]
R.R. Marett
berpendapat bahwa kepercayaan beragama berasal dari kepercayaan akan adanya
kekuatan gaib luar biasa yang menjadi penyebab dari gejala-gejala yang tidak
dapat dilakukan manusia biasa.
[11]
Selain itu, asal usul agama tidak lah sesuai dengan
apa yang ada dalam keyakinan dan pikiran umat beragama, karena menurut mereka
agama adalah ajaran Tuhan. Walaupun kemudian disampaikan dan dioleh atau
diijtihadkan oleh pemuka agama, asal bahan yang dioleh dan diijtihadkan itu
tetap dari wahyu Tuhan. Agama pada umumnya mempunyai ajaran-ajaran yang
diyakini turun kepada manusia melalui wahyu, dalam arti bahwa ajaran-ajaran itu
berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, karena itu bersifat mutlak benar dan tidak
berubah-ubah oleh perkembangan zaman.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Antropologi Agama adalah ilmu pengetahuan yang
berusaha mempelajari tentang manusia yang menyangkut agama dengan pendekatan
budaya. Antropologi agama menunjuk kepada suatu penghubung yang unik atas moralitas,
hasrat, dan kekuatan dengan dikendalikan dan kemerdekaan, dengan duniawi dengan
imajinasi dan penjelmaan.
Ada 4 Teori Tentang Agama,
yaitu:
1. Teori Rasionalistik
2. Teori Linguistik (Bahasa)
3. Teori Fenomenologis
4. Teori berorientasi kepada Upacara Religi
Penelusuran terhadap asal usul agama secara universal tidak akan mungkin
dicapai karena karakteristik ajaran dan umat beragama sangat banyak dan sangat
berbeda satu sama lain. Emile Durkheim mengatakan
bahwa asal-usul agama adalah masyarakat itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah,M.Yatimin. 2004. Studi Islam Kontemporer, Pekan baru ;
sinar grafika offset,
Jalaluddin Rakhmat. 2003. Psikologi Agama : Sebuah Pengantar, Bandung: Penerbit Mizan,
Jirhanuddin, 2010. Perbandingan
Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Yufid Offline
Max Weber, 2008. teori Aksi
dan pilihan rasional Max Weber, sumatra, Pdf
Tajul
Arifin, 2012. Pengantar Antropologi, Bandung: CV. Pustaka Setia,
[1]
Tajul
Arifin, Pengantar Antropologi, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012) hal.13
[2] Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Agama : Sebuah Pengantar, (Bandung: Penerbit Mizan, 2003), hal. 26
[3]
https://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi_agama, di akses pada tanggal 25 Maret
2016, pukul 20:14
[4] Fundamental adalah bersifat
dasar (pokok); mendasar, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Yufid
Offline
[5]
Max Weber, teori Aksi
dan pilihan rasional Max Weber, (sumatra, 2008) Pdf
[7]
Abdullah,M.Yatimin. Studi
Islam Kontemporer, (Pekan baru ; sinar grafika offset, 2004)
[8]
Representatif adalah mewakili;
sesuai dengan fungsinya sebagai wakil; data itu kurang, menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) Yufid Offline
[9] http://ajiraksa.blogspot.co.id/2011/06/teori-asal-usul-agama-teori-sentimen.html, diakses pada tanggal 25 Maret 2016, pukul 21;11
[10]
https://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi_agama, di akses pada tanggal 25 Maret
2016, pukul 20:14
[11]
Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar